KabarPos|Motivasi – Aku teringat masa di mana aku masih menempuh pendidikan bahasa Arab di salah satu Ma’had binaan AMCF di Padang. Saat itu aku selalu menggunakan jasa travel saat ingin pulang dari Padang ke Pagaralam saat libur tiba, maupun kembali lagi dari Pagaralam ke Padang.
motivasi |
Aku orangnya tidak tahan di perjalanan, dan lebih sering menutup mataku untuk mencoba tidur karena aku selalu merasa mual. Aku lebih suka membuka mataku saat perjalanan di malam hari, aku suka melihat lampu-lampu. Perjalanan di malam hari jadi lebih indah untuk dinikmati, apalagi kalau supirnya enak untuk diajak ngobrol. Oh, ya, aku lebih suka mengambil bangku depan di sebelah supir.
Kali ini aku akan menceritakan apa yang menarik perhatianku saat perjalanan di siang hari. Waktu itu aku melihat tanjakan yang amat tinggi. Tapi, saat mobil sudah mulai menaiki tanjakan itu, apa yang tadi terlihat tinggi ternyata tidak ada apa-apanya. Seolah landai saja saat dijalani.
“Ke mana tanjakan yang sangat tinggi yang tadi kulihat?”
Hal itulah yang pertama kali aku pikirkan saat itu. Tanjakan tinggi tadi seolah tak pernah ada, apa yang aku lihat tadi, seolah hanyalah ilusi. Ilusi yang langsung lenyap bertepatan ketika ban mobil itu mulai melintas di atasnya.
Aku berpikir, mungkin seperti inilah kita saat menghadapi masalah. Saat kita pikirkan, masalah itu mungkin terasa amatlah besar, berat, tinggi, seolah tak akan pernah bisa kita atasi. Sama seperti ketika aku melihat ke arah tanjakan tinggi itu tadi.
Kalau kata saudara kembarku, “gerak, jangan dipikir doang. Tanjakan akan terlihat tinggi kalau kita lihat itu dari bawah.”
Betul apa katanya, masalah yang besar itu tidak akan pernah selesai jika hanya terus dipikirkan. Hal yang perlu kita lakukan adalah bergerak untuk menyelesaikannya.
Sedikit demi sedikit, apa yang tadi terasa berat, akhirnya mulai menjadi lebih ringan. Dan sampailah kita di garis finish, yaitu berhasil memecahkan masalah itu tadi.
Saat kita melihat tanjakan, yang perlu kita lakukan hanyalah terus berjalan, bukan malah berbalik. Apalagi hanya diam di ujung jalan, sambil menatap tanjakan itu lalu mengeluh. Ternyata begitulah cara menghadapi masalah. Lihat, hadapi dan jalani sampai kita berhasil memecahkannya.
Aku jadi teringat kepada saudara kembarku lagi, dia orangnya jarang sekali berbicara, mengeluh apalagi. Kalau dia bicara, dia hanya tertarik mengatakan hal yang penting-penting saja. Begitu juga ketika dia mulai menemui masalah, dia fokus memikirkan solusi apa yang bisa diambil, lalu dia mulai menjalankan solusi yang dia pilih tadi.
Aku beda lagi, aku sering sekali terpuruk hanya karena suatu masalah. Aku fokus pada masalah itu, dan meratapinya saja, entah berapa Minggu bisa kubabiskan untuk bersedih karena hal itu saja. Alhasil aku jadi seseorang yang lebih mudah terkena stress daripada saudara kembarku tadi.
Sampai sekarang aku masih belum bisa bersikap seperti saudara kembarku tadi, susah sekali rasanya mempraktekkan itu meski aku sudah tau teorinya. Tapi tak apa, kepribadian kami memang berbeda. Aku cenderung plagmatis sedangkan dia koleris.
Sedih karena memiliki masalah juga tak apa, itu wajar karena manusia memang memiliki emosi yang kompleks. Kalau manusia tidak pernah bersedih, itu artinya ada yang salah dengan saraf di otaknya. Yang tidak boleh adalah sedih yang berlarut-larut hingga lupa mencari jalan keluar.